KONEKSI ANTAR MATERI 2.3 COACHING

 COACHING

Coaching dalam konteks pendidikan sejalan dengan pemikiran filosofis Ki Hajar dewantara.  Coaching menjadi salah satu proses menuntun belajar murid untuk mencapai kekuatan kodratnya. Selain itu, sebagai seorang pamong, guru dapat memberikan tuntunan melaluk pertanyaan-pertanyaan reflektif dan efektif agar kekuatan kodrat anak terpancar dari dirinya. Murid kita disekolah mempunyai potensi yang berbeda-beda, tugas guru adalah untuk memfasilitasi mereka agar berkembang. Kompetensi dasar yang harus kita miliki agar menjadi coach yang hebat bagi murid-murid adalah:

1.      1. Keterampilan membangun dasar proses coaching

2.      2. Keterampilan membangun hubungan baik

3.      3. Keterampilan berkomunikasi

4.      4. Keterampilan memfasilitasi pembelajaran

Dari keempat kompetensi dasar di atas, sangat erat kaitannya dengan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosional. Peran Coach di sekolah sangat dibutuhkan untuk mengarahkan semua warga dalam komunitas memaksimalkan potensi mereka dan memecahkan sendiri masalah yang dihadapi. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, peran coach sangat dibutuhkan untuk menggali kebutuhan anak didik lebih dalam sehingga memberikan arahan mengenai kegiatan apa yang harus disediakan untuk memaksimalkan potensi sesuai dengan kebutuhan sosial emosional. Dalam praktik di sekolah, proses coaching juga tidak terlepas dari unsur sosial emosional. Untuk dapat menggali kemampuan sosial emosional murid. Coach memiliki andil yang besar untuk mengarahkan murid memaksimalkan kemampuan sosial emosional mereka sehingga mereka memiliki keterampilan untuk dapat memecahkan masalah mereka sendiri. Guru sebagai pendidik perlu memiliki keterampilan coaching sehingga dapat mengarahkan anak didiknya untuk menemukan jati diri dan mengembangkan potensi dirinya. Dalam proses coaching murid diberi kebebasan, namun pendidik sebagai pamong memberikan tuntunan dan arahan agar murid lebih terarah. Melalui proses coaching ini guru dapat membantu murid mencapai tujuannya yaitu kemerdekaan dalam belajar. Jadi dengan menguasai teknik-teknik pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran sosial-emosional, dan coaching, guru telah siap untuk memberikan pembelajaran yang berpihak pada murid. Karena dari ketiga pembelajaran tersebut semuanya berpusat pada murid.

Proses coaching berbeda dengan mentoring dan konseling. Seorang coach (pemberi manfaat dan pelaksana kegiatan coaching)  tidak langsung memberikan solusi atas permasalah yang dihadapi oleh coachee (penerima kegiatan dan manfaat dari kegiatan coaching) melainkan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan rangsangan atau pemantik agar coachee menemukan alternatif solusinya sendiri.

Salah satu model yang dikembangkan dalam praktek Coaching adalah Model TIRTA. TIRTA dikembangkan dari satu model coaching yang dikenal sangat luas dan telah diaplikasikan, yaitu GROW. Model GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will.

-          Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini,

-          Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee,

-           Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi.

-     Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.

Untuk membantu mengarahkan coach dalam proses coaching dibutuhkan langkah pengaplikasian.  Langkah Coaching Model TIRTA antara lain:

-          1. Tujuan utama pertemuan/pembicaraan

-          2.  Identifikasi masalah coachee

-          3. Rencana aksi coachee

-          4. Tanggung jawab/komitmen dalam


Refleksi terhadap proses coaching di sekolah

Untuk mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid ternyata tidak semudah membalikan telapak tangan. Perlu kerja keras dan komitmen dari seorang guru untuk memberikan yang terbaik bagi murid-muridnya. Salah satu caranya yaitu dengan terus meningkatkan kompetensinya. Guru dituntut untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan belajar tiap murid yang berbeda-beda dengan memberikan pembelajaran berdiferensiasi. Guru harus bisa mengenali emosi dan membangun hubungan sosial-emosional dengan murid, dan juga guru harus bisa menjadi seorang coach bagi murid-muridnya dalam rangka mengembangkan segala potensi yang ada pada murid. Guru yang berperan sebagai coach menunjukan sebuah pembelajaran yang berpihak pada murid. Melalui proses coaching, saya sebagai guru dapat membantu murid memperoleh kemerdekaan belajar dalam pembelajaran di sekolah dengan mengaktivasi kerja otak murid dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang reflektif. Sehingga murid memiliki kesadaran diri untuk memaksimalkan potensinya.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENYUSUN KESEPAKATAN KELAS - BUDAYA POSITIF SEKOLAH

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.3 PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK PADA MURID (I GUSTI BAGUS SUYADNYA)

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN